![Logo GNFI](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/logo_gnfi_white.png)
Gula, Si Manis yang Perlu Diwaspadai
Siapa yang tidak pernah merasakan manisnya gula? Di berbagai belahan dunia, gula adalah bahan yang lazim ditambahkan dalam aneka makanan dan minuman. Dengan gula inilah, manusia mendapatkan rasa manis dalam apapun yang dikonsumsi.
Saking dekatnya dengan budaya kuliner kita, bisa dibilang gula juga menjadi salah satu bahan pangan yang seakan tak pernah absen dari dapur rumah manapun. Bahkan saat manusia sudah mengenal bahan pemanis buatan yang juga beraneka ragam jenisnya, gula dengan berbagai jenis dan sumbernya masih menjadi pilihan banyak orang untuk dinikmati.
Gula bukan sekadar penyedap yang memberi rasa manis pada makanan. Dari keberadaannya sebagai komoditas penopang ekonomi hingga menjadi ancaman kesehatan bagi manusia apabila konsumsinya tidak terkendali, banyak seluk-beluk gula yang perlu diketahui.
Asal-usul Gula, Bermula dari
Papua Nugini![Sack](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/sugar2.svg)
![Sugar Plate](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/sugar.svg)
Gula bisa dibuat dari berbagai macam bahan, tetapi tebu adalah yang paling lazim digunakan. Ternyata, gula tebu memiliki sejarah panjang yang mengiringi perkembangan peradaban manusia. Asal mula manusia mengonsumsi gula pun dapat ditelusuri ribuan tahun lalu, dari kebudayaan kuno hingga menjadi komoditas penting dalam perdagangan global.
Asal-usul gula ternyata bermula di Papua Nugini. Bila mengacu dari The Origins of Sugar Cane karya H. Bakker, di sana adalah tempat dilakukannya domestikasi tebu pertama, di mana tebu yang didomestikasi ini adalah dari spesies liar Saccharum robustum. Dari sana, penduduk Kepulauan Pasifik Selatan membawa tebu dalam perjalanan laut mereka hingga dikenal di India dan Asia Tenggara.
Di India, gula sangat diterima oleh masyarakat setempat. Bahkan sekitar 2000 tahun lalu, India menjadi tempat produksi pertama gula dalam bentuk kasar. Teknik produksi gula dari tebu ini kemudian menyebar ke Persia, Mesir, dan negara-negara di sekitar Laut Mediterania.
Seiring waktu, gula dari tebu mulai menjadi komoditas yang sangat dicari, menggantikan madu sebagai pemanis utama. Penaklukan Muslim di Afrika Utara kemudian membawa tebu lebih jauh ke barat hingga mencapai Spanyol dan Portugal. Pada era ini teknik produksi gula berkembang pesat. Pasca Perang Salib, gula pun menyebar ke seluruh Eropa hingga menjadi bagian penting dari kuliner di sana.
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.0.png)
![Title](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.2.png)
![Sub Title](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.1.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.3.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.4.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.4.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.18.png)
![Title](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.5.png)
![Sub Title](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.6.png)
![Sub Title](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.7.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.6.1.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.8.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.9.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.10.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.11.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.12.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.13.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.14.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.15.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.16.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.17.png)
![Shy Lg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/1.19.png)
Pada masa kolonial, bangsa Spanyol membawa tebu ke Amerika Selatan dan pulau-pulau Karibia. Di wilayah ini, tebu menjadi dasar industri gula modern pertama. Hingga akhirnya perkebunan tebu di Karibia dan Amerika Selatan menjadi pusat produksi gula dunia dengan iklim tropisnya.
Lalu, bagaimana di Indonesia?
Gula di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai dengan kedatangan bangsa Cina pada abad ke-15 yang memperkenalkan teknologi pengolahan tebu menjadi gula. Sebelumnya, Indonesia tidak mengenal gula.
Proses pembuatan gula tradisional menggunakan alat sederhana seperti silinder batu atau kayu untuk menggiling tebu dan menghasilkan nira. Perdagangan gula oleh komunitas Tionghoa menarik perhatian VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), yang memindahkan pusat perdagangan dari Banten ke Batavia pada 1596 demi alasan strategis.
Batavia berkembang menjadi pusat perdagangan gula yang menarik migrasi besar-besaran warga Tionghoa, yang tidak hanya memperluas bisnis gula tetapi juga menginspirasi pendatang baru untuk terlibat dalam industri ini.
Secara ilmiah, Carl Linnaeus memberikan nama Saccharum untuk varietas tebu pada tahun 1753. Nama ini berasal dari kata Sanskerta "Karkara" atau "Carkara", yang berarti kerikil. Perkembangan kata gula dari tebu juga menunjukkan jejak sejarah dan budaya yang beragam sesuai dengan garis waktunya:
Bahasa Prakrit: Sakkara
Bahasa Arab: Sakkar atau Sukkar
Yunani Kuno: Sakchar atau Sakcharon
Romawi: Saccharum
Penyerapan bahasa ini tak ketinggalan diterapkan dalam bahasa Inggris hingga menjadi sugar. Evolusi kata ini menunjukkan bagaimana tebu dan gula telah menjadi bagian dari berbagai budaya di seluruh dunia.
Ragam Jenis Gula
Seperti disebutkan sebelumnya, gula utamanya terbuat dari tebu. Namun, ada pula gula yang berasal dari bahan baku lain, mulai dari nira, buah bit, hingga jagung.
Dengan bahan baku yang beragam, jenis-jenis gula pun banyak macamnya. Di Indonesia sendiri, ada beberapa jenis gula yang dikenal dan biasa dikonsumsi.
![Title](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/2.1.png)
Seperti dicatat M. Sumarto dalam Manisnya Dunia Sejarah dan Budaya Gula, berikut di antaranya:
Industri Gula Pernah Menopang Ekonomi Indonesia
Bagi Indonesia, gula bukan sekedar membuat makanan dan minuman jadi lebih nikmat. Lebih dari itu, Indonesia sejak lama mengandalkan gula sebagai salah satu penopang ekonominya.
Indonesia telah mengalami pasang surut dalam Industri Perdagangan Gula (IPG). Gula pasir pernah merasakan manisnya masa kejayaan sebagai komoditas ekspor yang penting pada masa Hindia Belanda. Menurut Sri Wahyuni, Supriyadi, dan J.F Sinuraya dalam Industri dan Perdagangan Gula di Indonesia: Pembelajaran dari Kebijakan Zaman Penjajahan, ada empat periode perkembangan industri gula pada masa tersebut
Periode pertama adalah zaman Tanam Paksa (1830-1870) yang mengeluarkan kebijakan usaha tani tebu secara paksa dengan tujuan pemenuhan bahan baku pabrik gula, di mana ada peraturan seperti:
Setiap desa, wajib menyediakan seperlima lahannya untuk ditanami tebu
Pemerintah Belanda yang menentukan lahan untuk tanaman tebu
Kegiatan penanaman hingga panen menjadi tanggung jawab petani dengan imbalan yang ditentukan Pemerintah Belanda
Petani wajib mengangkut dan mengolah tebu di pabrik gula dengan imbalan upah tambahan, dan
Petani yang tidak memiliki lahan, wajib mencurahkan tenaga kerja 66 hari per tahun tanpa imbalan.
Dampak dari kebijakan tanam paksa adalah dalam waktu 10 tahun pemerintah Belanda mampu meningkatkan ekspor hampir 10 kali lipat, dari 6,7 ton tahun 1830 menjadi 61,70 ton pada tahun 1840.
Periode kedua adalah saat Liberalisasi Pasar (1870-1900) yang bermula dari Undang-Undang Agraria (UUA) tahun 1870 yang memberikan kepastian dan jaminan penguasaan lahan. Akan tetapi, kebijakan liberalisasi pasar belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani tebu. Masyarakat tetap miskin bahkan kondisi penyediaan pangan lebih buruk dibandingkan saat tanam paksa.
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.1.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.2.png)
![Sugar Md](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/sugar-md.png)
![Sugar Md](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/sugar-md.png)
![Sugar Sm](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/sugar-sm.png)
![Sugar Sm](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/sugar-sm.png)
![Sugar Sm](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/sugar-sm.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.0.1.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.3.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.4.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.5.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.6.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.7.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.8.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.9.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.10.png)
![](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/3.11.png)
Pada periode ini, Hindia Belanda sedang dilanda masalah korupsi yang merajalela serta tereksploitasi dan minimnya pendidikan masyarakat. Kondisi ini menyentuh kaum moralis yang menyadari perekonomian Indonesia sangat memerlukan dukungan rakyat. Karena itulah kaum moralis bersama kaum liberal menuntut diterapkannya politik etis di Indonesia atau sistem sindikat.
Periode ketiga terjadi saat pengembangan sistem sindikat (1900-1930) yaitu melalui tiga jalur, migrasi pendidikan dan irigasi. Dikeluarkan juga Undang-Undang Sewa Tanah No 88 tahun 1918 untuk mengakhiri kerja wajib di industri dan perkebunan gula. Hasilnya, produksi gula memang meningkat, tetapi bersamaan dengan itu produksi gula secara juga meroket sehingga harga gula dunia menurun tajam, dan terciptalah kesepakatan perdagangan gula dunia tahun 1931.
Periode keempat terjadi pada masa kartel (1931-1942) di mana Pemerintah Belanda membentuk Nederlandsch Indie Vereenigde Voor de Afzet van Suiker (NIVAS) tahun 1932 yang merupakan awal era sistem kartel gula di Indonesia. Dalam bisnis gula, NIVAS bertindak sebagai pembeli dan penjual tunggal.
Kebijakan pada periode ini adalah mewajibkan Jawa menurunkan produksi dari 3 juta ton menjadi 1,4 juta ton/tahun. NIVAS juga mewajibkan perusahaan gula menjual produk melalui NIVAS dengan imbalan 1,64 persen dari biaya produksi.
NIVAS juga melakukan penelitian dan pengembangan di Pasuruan dengan biaya pabrik sebesar 1,36 persen. Lokasi ini mampu menghasilkan varietas ajaib POJ 2838 dan 3016 dengan produksi 18 ton hablur/HA pada tahun 1940.
Setelah lepas dari kolonialisme, situasi jauh berubah. Indonesia yang pernah menjadi produsen gula utama dunia kini telah kehilangan posisinya. Bahkan negara yang dijuluki sebagai Zamrud Khatulistiwa ini justru menjadi salah satu importir nomor wahid secara global.
Padahal, saat ini Indonesia memiliki lahan tebu yang luasnya dua kali lipat dibandingkan masa kolonial Belanda. Akan tetapi, produksi gula hanya mencapai 2,1 juta ton per tahun, dengan produktivitas lahan per hektare hanya 5 ton.
Penurunan itu terjadi sejak merdeka, sehingga Indonesia masuk dalam kelompok negara importir gula. Karena itulah beberapa hal coba dilakukan, seperti pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara yang memiliki industri gula. Salah satunya adalah PTPN X yang menyiapkan investasi sebesar Rp1 triliun pada tahun untuk membangun pabrik gula modern di Madura berkapasitas 5.000-7.000 ton perhari pada tahun 2012. Investasi sebesar Rp1,6 triliun juga telah disiapkan oleh 3 BUMN yaitu PTPN III, PTPN XII dan PTPN XI untuk membangun pabrik gula yang sangat modern berkapasitas 7.000 ton tebu per hari di Banyuwangi, Jawa Timur.
Kinerja perusahaan gula swasta juga tak kalah hebatnya dengan terus melakukan ekspansi meningkatkan produksi dengan membangun pabrik baru, seperti PT Tunas Baru Lampung yang telah membangun pabrik gula rafinasi berkapasitas 600 ton.
Ada juga Rajawali Grup dengan anak usahanya PT Cenderawasih Jawa Mandiri dan PT Karya Bumi Papua telah menyiapkan investasi sebesar Rp3 triliun untuk menggarap proyek food estate. salah satunya membangun pabrik gula berkapasitas 12.000 ton per hari.
Hanya saja, itu semua tak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Indonesia menjadi importir gula terbesar di dunia, mencapai 5,8 juta ton atau setara 10,11 persen dari total importir pada periode 2022/2023. Hal ini sejalan dengan rata-rata konsumsi gula orang Indonesia sekitar 5,8 kilogram gula pasir per tahun selama 2023 lalu.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat total kebutuhan gula pasir untuk konsumsi rumah tangga nasional di tahun 2023 adalah sebesar 1,6 juta ton per tahun. Setiap harinya, masyarakat Indonesia memakan sekitar 67 kilo kalori gula pasir.
Walau Indonesia memiliki pabrik gula dalam negeri, tetapi masih bergantung kepada negara lain. Thailand merupakan pemasok gula terbesar ke Indonesia, totalnya mencapai 2,37 juta ton atau setara dengan 46,8 persen dengan nilai impor mencapai 1,28 miliar dolar.
Karena kondisi itulah, pemerintah Indonesia tengah melakukan berbagai cara agar Indonesia bisa swasembada beras. Adapun langkah awal yang bakal ditempuh pemerintah adalah menyiapkan lahan perkebunan tebu dengan luas yang memadai.
“Rencananya di Papua kita siapkan lahan kurang lebih satu juta hektare,” ujar Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman.
Selain lahan pertanian, pabrik pengolahan tebu menjadi pabrik gula juga sangat penting. Karena hal ini, Amran membeberkan bahwa sudah ada calon investor yang berminat menanamkan modalnya di Papua.
“Sekarang ini bahkan sudah beberapa investor yang sudah berminat dari luar negeri maupun dalam negeri untuk membangun pabrik gula di Papua, sehingga nantinya Insya Allah kita bisa swasembada pula ke depan,” ucap Amran.
Amran menjelaskan dibutuhkan setidaknya 20 hingga 30 pabrik gula untuk mencapai swasembada. Setiap pabrik harus punya kapasitas pengolahan sebanyak 12 ribu ton per tebu per hari atau 12 ribu TCD.
Untuk membuat satu pabrik dengan kapasitas seperti demikian, dibutuhkan dana minimal Rp2,5 triliun. Amran menyatakan hal ini diketahui dari pengalamannya saat menangani pembangunan 10 pabrik gula pada tahun 2014 hingga 2019.
“Satu unit itu membutuhkan biaya kalau 12 ribu TCD sebesar Rp2,5 triliun sampai Rp3 triliun, satu unit pabrik gula,” papar Amran.
Dampak Negatif Gula, Jangan sampai Konsumsinya Berlebihan!
Gula memang manis dan nikmat, tetapi perlu diketahui bahwa gula tidak bisa dikonsumsi secara sembarangan. Mengapa demikian?
Di balik manisnya gula, ternyata ada ancaman kesehatan yang mengintai. Jika konsumsinya secara berlebihan, penyakit diabetes dan penumpukan lemak yang dapat memicu obesitas bisa saja terjadi. Bagi laki-laki, kelebihan gula dapat meningkatkan risiko kanker usus besar dan kelenjar prostat. Sementara bagi perempuan, risikonya akan mengarah ke penyakit kanker payudara dan kanker leher rahim.
Diabetes adalah yang paling sering dikait-kaitkan dengan konsumsi gula berlebih. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mendefinisikan diabetes sebagai kelompok penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah (glukosa) yang tinggi. Adapun tingginya glukosa ini dikarenakan tubuh tidak mampu memproduksi hormon pengatur glukosa alias insulin, atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif.
Akibat yang ditimbulkan diabetes tidak main-main, mulai dari penglihatan kabur, luka sulit sembuh, hingga tingling atau mati rasa pada tangan atau kaki. Untuk mencegah diabetes dengan segala akibatnya pada tubuh, gula tambahan dalam makanan dan minuman sangat disarankan untuk dihindari, atau setidaknya asupannya dikontrol.
Hati-hati,
Jangan Berlebihan
Mengonsumsi Gula!
Konsumsi gula berlebih dapat menimbulkan penyakit, salah satunya diabetes. Oleh karena itu, asupannya harus dibatasi
Rekomendasi asupan gula harian:
![kids](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/kids.png)
![background](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/background.png)
![anak](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/anak.png)
![dewasa](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/dewasa.png)
![layer11](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/layer11.png)
![layer13](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/layer13.png)
![layer15](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/layer15.png)
![description](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/description.png)
![blood](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/blood.png)
![doctor_bg](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/doctor_bg.png)
![doctor_quote](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/doctor_quote.png)
![quote_top](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/quote_top.png)
![quote_bottom](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/quote_bottom.png)
![doctor](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/doctor.png)
"Rekomendasi gula itu maksimal sehari hanya boleh 4 sendok makan," ujar dokter spesialis gizi, dr. Mulianah Daya, M.Gizi, Sp.GK, di Jakarta, Jumat (31/5/2024) lalu.
Jika dikonversi ke dalam satuan gram, maka 4 sendok makan gula tersebut setara dengan 50 gram. Ini sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kemenkes RI. Namun perlu diingat bahwa takaran tersebut diperuntukkan bagi orang dewasa dengan asupan kalori harian sebesar 200 kcal. Untuk anak-anak, asupan gulanya tentu kurang dari itu.
"Bahkan di anak-anak rekomendasinya maksimal 4 sampai 6 sendok teh," tutur Mulianah.
Kontrol asupan gula guna mencegah diabetes tidak bisa diabaikan begitu saja mengingat diabetes adalah penyakit mematikan yang ternyata banyak diidap oleh banyak orang di Indonesia. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), pada 2021 terdapat 179,720,500 juta masyarakat Indonesia yang berusia dewasa, dan jumlah kasus diabetes yang membelit orang-orang dewasa tersebut adalah 19,465,102.
Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes berdasarkan diagnosis dokter menyentuh angka 1,7 persen pada masyarakat dari semua kelompok usia, dan 2,2 persen pada kelompok masyarakat berusia di atas 15 tahun. Dengan demikian, masyarakat Indonesia perlu waspada. Sebab, angka prevalensi diabetes mengalami peningkatan dibandingkan lima tahun lalu. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa pada 2018 lalu, angka prevalensi diabetes berdasarkan diagnosis dokter adalah 1,5 persen, sedangkan prevalensi pada kelompok masyarakat berusia di atas 15 tahun adalah 2 persen.
Mengontrol asupan gula adalah langkah penting karena diabetes merupakan penyakit yang bisa diturunkan. Maka dari itu, mencegah diabetes tidak hanya berarti menjaga kesehatan diri sendiri, melainkan juga generasi mendatang.
"Kita tidak bisa pungkiri bahwa diabetes adalah genetik. Kalau itu dimulai dari kita, nantinya anak cucu kita akan terkena diabetes," lanjut Mulianah.
Kendati demikian, Mulianah mengingatkan jika keturunan hanya memainkan sebagian kecil faktor penyebab diabetes. Gaya hidup tetap jadi faktor utama yang paling berpengaruh.
"Diabetes itu bukan cuma dari genetik, tapi juga lifestyle. Bahkan (dari) penelitian saya tentang genetik itu, yang bisa saya simpulkan adalah genetik itu hanya sekitar 10 sampai 20 persen. Artinya, sebagian besarnya itu dari mana? Dari lifestyle," ungkap Mulianah.
Dampak negatif gula memang sudah sering disuarakan, tetapi meninggalkannya bisa jadi sulit karena candu yang ditimbulkannya. Lantas, adakah produk pemanis alternatif yang bisa menggantikan gula?
Di pasaran, tersedia sejumlah pemanis yang kerap digunakan sebagai pengganti gula seperti sakarin, aspartam, dan sorbitol. Namun semua itu adalah zat sintetis yang konsumsinya meningkatkan risiko berbagai penyakit seperti halnya gula. Untuk itu, sebetulnya ada lagi alternatif yang lebih aman, yakni pemanis dari bahan alami yang banyak tersedia di Indonesia.
Pemanis berbahan alami yang saat ini sedang naik daun di antaranya adalah sorgum dan stevia yang sama-sama dibudidayakan di Indonesia. Sorgum adalah tanaman serealia yang punya rasa manis, tetapi nilai glikemik indeksnya rendah sehingga aman untuk penderita diabetes. Sementara itu, stevia adalah tanaman perdu dengan daun yang rasa manisnya lebih tinggi dari gula biasa, tetapi kalorinya nol. Saat ini produk olahan sorgum dan stevia sudah dapat ditemukan di pasaran.
Cukai Minuman Berpemanis, Solusi Jitu untuk Tekan Konsumsi Gula?
Sudah banyak yang sadar akan bahaya yang mengintai dari konsumsi gula berlebih. Masyarakat mulai memperhatikan berapa banyak gula yang terkandung dalam makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Di sisi lain, pemerintah juga berupaya mengontrol konsumsi gula guna mencegah semakin merebaknya diabetes.
Salah satu "jurus" pemerintah adalah mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Saat ini, rencana tersebut masih berupa wacana, dan nantinya minuman berpemanis yang kena cukai adalah minuman yang mengandung gula, pemanis alami, maupun pemanis buatan.
Cukai minuman berpemanis sebetulnya bukan hal baru. Pada 2022 lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar negara-negara anggotanya menerapkan fiskal terhadap minuman berpemanis. Hingga saat ini, terdapat sekitar 85 negara yang sudah menerapkan kebijakan tersebut.
WHO menyoroti pengalaman negara-negara yang telah berhasil menerapkan pajak, misalnya Meksiko, Afrika Selatan, dan Inggris Raya. Menurut mereka, pajak minuman berpemanis terbukti jadi salah satu cara yang hemat biaya untuk mencegah penyakit hingga kematian dini.
Sebuah studi pemodelan dampak cukai di Indonesia oleh UNICEF menemukan hasil yang positif dalam menurunkan obesitas, diabetes tipe 2, stroke, dan penyakit jantung iskemik. Adanya cukai juga menghasilkan pendapatan bagi negara sehingga dapat diinvestasikan kembali untuk kesehatan masyarakat.
![Can](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/title-1.png)
![Can](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/title-2.png)
![Can](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/Can.png)
![Layer 12](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/Layer 12.png)
![Group 1](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/Group 1.png)
![Group 2](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/Group 2.png)
![Group 3](https://insight.goodnewsfromindonesia.id/gula-si-manis-yang-perlu-diwaspadai/assets/Group 3.png)
Berhubung konsumsinya berdampak negatif bagi kesehatan, gula layak dikenakan cukai. Menurut Ekonom FEB UGM, Artidiatun Adji, hal tersebut membuat gula layak dikenakan sin tax.
Dijelaskannya, Asia-Pacific Tax Forum telah menentukan sejumlah kriteria barang yang perlu dikenakan cukai. Selain konsumsi yang berdampak negatif, kriteria lainnya adalah produk tersebut bukan untuk konsumsi dasar (necessity), membuat kecanduan, dan konsumsinya terbatas alias bukan mass consumption.
"Berdasarkan klasifikasi Asia Pacific Tax Forum dan OECD ini, MBDK juga dapat dikategorikan sebagai komoditas yang perlu dikurangi konsumsinya," terang Artidiatun dalam laman resmi FEB UGM.
Soal penerapan cukai MBDK sebagai sumber pendapatan negara, Artidiatun juga menekankan pentingnya kebijakan tersebut untuk menjadi instrumen fiskal yang komprehensif. Dengan demikian, ada efek tambahan yang akan didapat, misalnya meminimalisasi konsumsi plastik dan bahan bakar minyak.
"Yang lebih penting lagi, sebagai instrumen fiskal, cukai dapat menjadi sumber penerimaan negara yang esensial," ucap Artidiatun.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat i ini masih melakukan pembahasan mengenai penerapan cukai pada produk MBDK. Pembahasan dilakukan bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, serta kementerian dan lembaga lain.
Ide mengenakan cukai pada minuman berpemanis sebenarnya telah muncul dari beberapa tahun lalu. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pernah menyampaikan kepada Komisi X DPR RI bahwa potensi penerimaan dari cukai minuman manis bisa mencapai Rp6,25 triliun.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mendorong perusahaan untuk melakukan reformulasi produknya dengan menurunkan kadar gula menjadi 6 gram per 100 ml. Untuk itu, cukai pada MBDK diusulkan untuk produk kandungan kadar gula yang melebihi ambang batas aturan BPOM.
Dalam catatan yang dipublikasikan DPR RI, disebutkan juga jika wacana mengenai penambahan objek cukai baru untuk MBDK sudah ada sejak 2017. Komisi XI DPR pun telah memberikan persetujuan pada 2020 lalu. Selain itu, target cukai MBDK mulai dicantumkan pada RAPBN TA 2022, dan berlanjut pada Rincian Penerimaan Perpajakan RAPBN 2023 dengan angka Rp3,08 triliun untuk Cukai MBDK.
Meski sudah lama diwacanakan, sampai saat ini cukai untuk MBDK belum juga resmi diterapkan.