
Mengurai Masalah Sampah dan Langkah untuk Mengatasinya
Pada 17 Mei 2024, sekelompok orang menggelar aksi unjuk rasa di kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta. Mereka adalah warga Pengok, sebuah kampung yang terletak di tengah Kota Pelajar. Isu yang disuarakan: Menumpuknya sampah di kawasan tempat tinggal mereka.
Kala itu, Depo Pengok yang merupakan fasilitas penampungan sampah sementara mengalami kelebihan kapasitas. Akibatnya, bau tak sedap hingga kehadiran lalat pun dirasakan warga. Ini bahkan sampai berdampak kepada perekonomian setempat. Menurut sejumlah laporan media, ada rumah kos yang sampai ditinggalkan serta warung makan yang terpaksa ditutup.
Pemerintah setempat pun memutar otak untuk mencari solusi atas masalah sampah di Yogyakarta. Berbagai cara ditempuh. Mulai dari pengangkutan tumpukan sampah hingga pengaturan jadwal operasional depo. Ada pula rencana pembuatan Kartu Pembuang Sampah guna menata pengelolaan sampah di depo dan mencegah pembuangan sampah dari luar Kota Yogyakarta.
Apa yang terjadi di Yogyakarta hanyalah potongan kecil dari permasalahan sampah di Indonesia. Nyatanya, hal-hal semacam itu juga terjadi di berbagai daerah lain. Di Kabupaten Sintang misalnya, warga juga berunjuk rasa pada Juli 2024 lalu untuk mengeluhkan tumpukan sampah yang berserakan di kota dan tidak ditangani dengan baik oleh pemerintah. Sebagai bentuk protes, pengunjuk rasa bahkan sampai
membawa sampah ke halaman kantor bupati dan DPRD setempat.
Jika dirunut, masalah penumpukan sampah yang berujung aksi massa juga ada penyebabnya lagi. Di banyak daerah, bukan sekali dua kali terjadi overload TPA, seperti TPA Sarimukti di Bandung Barat dan TPA Piyungan di Bantul, Yogyakarta. Ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menangani limbah yang terus meningkat membuat warga semakin tidak sabar dan mendorong mereka untuk menuntut solusi yang lebih baik dan berkelanjutan. Namun, wajib untuk dicatat bahwa masalah ini tidak hanya bersumber dari pemerintah. Perilaku masyarakat juga memainkan peranan penting. Meskipun pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas dan layanan pengelolaan sampah, warga harus berperan aktif dalam mengelola limbah yang dihasilkan.
Potret Masalah Sampah di Indonesia
Pada dasarnya, sampah adalah hasil dari aktivitas manusia sehari-hari. Oleh karenanya, masalah sampah di Indonesia jelas tidak bisa dilepaskan dari pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang pesat. Peningkatan jumlah penduduk berkontribusi pada meningkatnya produksi sampah di berbagai daerah, yang sering kali dikelola secara tidak efektif.
Soal membuang sampah di tempatnya saja, kesadaran masyarakat Indonesia masih rendah. Itu terlihat dari temuan riset bertajuk “Perilaku Pengelolaan Sampah Masyarakat Indonesia di 2024” yang dilakukan Goodstats. hanya 48,9% responden yang mengaku selalu melakukannya dalam kondisi apapun. Lalu 42,9% responden tidak selalu membuang sampah pada tempatnya, tergantung kondisi. Sebanyak 1,2% responden bahkan tidak pernah membuang sampah di tempatnya.
Dari keseluruhan sampah yang dihasilkan masyarakat, 44,37% di antaranya berasal dari rumah tangga. Berhubung sebagian besar sampah dihasilkan oleh rumah tangga, maka sebenarnya sudah semestinya penanganan sampah juga dimulai dari sana. Sayangnya, banyak rumah tangga di Indonesia masih menerapkan kebiasaan buruk dalam mengelola sampah.
Hasil survei Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa sebanyak 57,2% dari mereka memilih untuk membakar sampah. Padahal, cara ini jelas–jelas keliru dan berdampak buruk. Sampah yang dibakar akan menghasilkan polutan berbahaya yang memengaruhi kualitas udara menjadi tidak sehat. Di sisi lain, hanya 27,6% masyarakat yang mengandalkan petugas kebersihan untuk mengangkut sampah, sementara 8,7% membuangnya ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
Membakar sampah bukan satu-satunya praktik penanganan sampah yang keliru namun masih kerap ditemukan. Ada pula yang suka membuang sampah di sungai dan selokan di mana 2,8% masyarakat melakukannya. Akibatnya, terjadilah pencemaran yang merugikan ekosistem air.
- Mengaku selalu membuang sampah di tempatnya
- Tidak selalu membuang sampah pada tempatnya
- Tidak pernah membuang sampah di tempatnya




dan ahli sampah Indonesia, Prof. Enri Damanhuri


Kebiasaan masyarakat seperti ini memang jauh dari kata ideal. Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemilahan sampah juga menjadi salah satu faktor utama. Padahal, sejalan dengan target Sustainable Development Goals (SDGs), pengelolaan sampah yang baik menjadi salah satu indikator penting untuk mencapai keberlanjutan lingkungan. Dengan demikian, edukasi mengenai pemilahan, penggunaan ulang, dan daur ulang sampah menjadi krusial untuk mengubah perilaku masyarakat.
“Pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan paradigma lama. Pengomposan dan daur ulang baru menyentuh sebagian kecil masyarakat dan masih jauh dari kata berkelanjutan.” ujar Guru Besar Institut Teknologi Bandung sekaligus ahli sampah Indonesia Prof. Enri Damanhuri.
Seberapa Banyak Sampah di Indonesia?
Melihat betapa peliknya persoalan sampah, pernahkah Kawan GNFI bertanya-bertanya tentang sebenarnya seberapa banyak sampah yang ada di Indonesia?
Data yang dihimpun dan dipublikasikan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik KLHK dapat menjawab pertanyaan tersebut. Pada 2023, diketahui bahwa jumlah timbulan alias volume sampah nasional mencapai 39,737,086.45 ton.
Dari timbulan sampah sebanyak lebih dari 39 juta ton itu, yang paling banyak 'menyumbang' adalah Kota Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi. Tercatat, dalam satu tahun, kedua daerah yang terletak di bagian barat Pulau Jawa tersebut menghasilkan timbulan sampah sebanyak 851,613.56 dan 809,935.00 ton. Sementara itu, dalam sehari timbulan sampahnya mencapai 2,333.19 dan 2,219.00 ton.
Apa jenis sampah yang paling banyak dihasilkan oleh masyarakat Indonesia? Masih berdasarkan data SIPSN, ternyata kebanyakan sampah kita berupa sisa makanan yang persentasenya mencapai 39,7 persen. Adapun jenis sampah terbanyak di urutan berikutnya adalah plastik (19,21 persen) dan kayu atau ranting (12,06 persen).
Dengan 281 juta penduduk dengan beragam akvitasnya, produksi sampah yang melimpah seakan sulit terhindarkan. Secara hitung-hitungan, sampah yang dihasilkan Indonesia pun tergolong banyak dibandingkan negara-negara lainnya di dunia. Untuk urusan sampah plastik yang hanya hampir seperlima dari total timbulan sampah di negeri ini saja, Indonesia masuk ke dalam deretan negara yang paling banyak menghasilkannya.
Menurut World Population Review, Indonesia bertengger di urutan kedelapan sebagai negara penghasil sampah plastik terbanyak dunia dengan angka menyentuh 3,4 juta ton. Sebagai perbandingan, China dan Amerika Serikat yang menempati posisi dua besar menghasilkan sampah plastik sebanyak 37,6 dan 22,9 juta ton.
Setali tiga uang, sampah makanan Indonesia juga termasuk salah satu yang terbanyak di dunia. Food Waste Index Report 2024 yang dirilis United Nations Environment Programme (UNEP) menempatkan Indonesia sebagai penghasil sampah makanan terbanyak nomor delapan dunia. Adapun sampah makanan yang dihasilkan Indonesia pertahunnya mencapai 14,73 juta ton.
Sebanyak apa sih,
sampah di Indonesia?

Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPNSN) Kementerian Lingkungan Hidup, volume sampah nasional mencapai
39,737,086.45 ton
pada 2023

Kota Jakarta Timur jadi "penyumbang" terbanyak dengan timbulan sampah sebanyak
851,613.56 ton
Sampah jenis apa
yang paling banyak?
sisa makanan
39,7 persen
plastik
19,21 persen
kayu atau ranting
12,06 persen
Jika dibandingkan dengan data SIPSN, angkanya tidak berbeda jauh. Sementara Food Waste Index Report 2024 menulis angka 14,73 juta, hitung-hitungan dari total timbulan sampah dan persentase sampah sisa makanan yang ada menghasilkan angka 15,77 ton.
Meski secara total sampah yang dihasilkan Indonesia tergolong banyak dibandingkan negara-negara lain, lain cerita jika sampah tersebut dikalkulasi perkapita. Dalam hal menghasilkan sampah plastik maupun sisa makanan, Indonesia tidak masuk ke peringkat atas. Negara yang hasil sampah perkapitanya tertinggi kebanyakan adalah negara-negara kecil seperti Maladewa, Seychelles, Republik Dominika, dan Palau.
Mengelola Sampah, Bisa Dilakukan dari Rumah
Jelas bahwa Indonesia membutuhkan pengelolaan sampah yang memadai. Satu hal yang perlu diketahui, hal itu bisa dilakukan dalam skala kecil dari tingkat individu dan rumah tangga. Kesadaran diri untuk mulai memikirkan tentang pengelolaan sampah bisa saja menjadi solusi dari masalah sampah yang terus terjadi di Indonesia pada saat ini.
Apalagi, kesadaran masyarakat Indonesia terkait sampah menjadi salah satu penyebab mengapa masalah ini masih belum terselesaikan hingga saat sekarang. Untuk membahas hal ini, GNFI berbincang dengan I Kadek Alamsta Suarjuniarta dari New Energy Nexus Indonesia, lembaga nirlaba di bidang wirausaha energi bisnis yang juga punya perhatian tinggi terhadap isu persampahan. Menurutnya, setidaknya terdapat empat tantangan utama terkait pengelolaan, pemilahan, dan daur sampah yang terjadi di Indonesia saat ini.
Keempat tantangan utama yang dimaksud yakni infrastruktur pengelolaan sampah yang masih belum merata, kesadaran dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat, penerapan regulasi yang masih lemah, dan beragamnya jenis sampah. Mengelola sampah dari rumah tangga bisa menjadi salah satu solusi yang bisa dilakukan masyarakat untuk ikut andil dalam mengurai masalah tersebut. Terlebih wawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan yang baik adalah modal penting untuk menyelesaikan setidaknya satu dari empat tantangan utama yang ada.
Langkah awal untuk mulai menerapkan hal ini adalah dengan menumbuhkan budaya memilah sampah yang dihasilkan dari aktivitas di rumah. Alamsta menjelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga kategori dasar yang bisa diterapkan oleh masyarakat dalam memilah sampah. Pertama, sampah organik yang terdiri dari sisa-sisa makanan, daun dan ranting kering, dan lainnya. Meskipun tidak perlu diolah lebih lanjut, sampah organik ini juga mesti menjadi perhatian khusus bagi masyarakat.
"Walaupun tidak berbahaya, jika (sampah organik) tidak di-well manage, itu bakal jadi polusi karena menimbulkan bau dan merusak lingkungan," jelas Alamsta.
Kategori kedua adalah plastik dan kardus. Sampah plastik ini bisa dimasukkan ke dalam satu kantong yang sama. Jika sampahnya masih memiliki nilai ekonomis, maka bisa juga dijual.
Terakhir, masyarakat bisa memilah sampah jenis lainnya, seperti minyak jelantah. Sama seperti kategori sebelumya, jenis sampah ini juga bisa dimasukkan ke dalam wadah yang sama.
Alamsta menyebutkan lebih lanjut bahwa budaya memilah ini bisa jadi awalan untuk beranjak masuk ke dalam tahapan selanjutnya dari pengelolaan sampah, yakni menyalurkannya. Misalnya, untuk sampah organik masyarakat bisa mengubahnya menjadi kompos yang nantinya bisa dimanfaatkan. Selain itu, masyarakat juga bisa memanfaatkan fasilitas bank sampah yang ada di lingkungan masing-masing untuk menyetorkan sampah-sampah yang sudah dipilah.

Mengolah Sampah
dari Rumah
Bagaimana Caranya?

Masyarakat dapat mengolah sampah
di rumah berdasarkan kategorinya:

Sampah organik
Contohnya daun kering dan sisa makanan
Tidak perlu pengolahan khusus, namun juga dapat dijadikan kompos
Sampah plastik dan kardus
Sampah jenis ini dapat dikumpulkan sesuai jenisnya, lalu dijual


Sampah lainnya
Sampah seperti minyak jelantah juga bisa dikumpulkan, lalu dijual atau diolah. Salah satu tempat yang bisa menampung minyak jelantah adalah SPBU Pertamina

Pengelolaan sampah dari tingkat rumah tangga akan mencegah kerusakan lingkungan. Pengelolaan sampah yang baik ini akan mengurangi kemungkinan adanya kerusakan lingkungan yang lebih lanjut, khususnya laut

Pengelolaan sampah dari tingkat rumah tangga akan memberi manfaat langsung bagi lingkungan. Pengelolaan sampah yang baik ini akan mengurangi kemungkinan adanya kerusakan lingkungan yang lebih lanjut, khususnya laut.
"Banyak dari ikan yang ada di lautan sudah terkontaminasi oleh mikroplastik," ucap Alamsta. "Harapannya jika pengelolaan sampah bisa dilakukan dengan baik, maka volume sampah yang terbuang ke laut bisa berkurang," lanjutnya.
Belajar Mengelola Sampah dari Bank Sampah Mandiri Cilacap
Setelah diolah di tingkat individu dan rumah tangga, sampah membutuhkan pengelolaan tahap selanjutnya. Biasanya, sampah akan diangkut dari rumah warga menuju Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sebelum sampah tersebut dikirim lagi ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) atau Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Pada tahap lanjutan inilah sampah kembali dikelola. Setelah ditampung, sampah akan diolah atau diisolasi dari lingkungan sekitar. Nah, di tengah rumitnya masalah sampah di Indonesia, hadir sebuah inisiatif ciamik bernama Bank Sampah Mandiri Cilacap yang menjalankan pengelolaan sampah dengan cara yang lebih ramah lingkungan.
Cikal-bakal Bank Sampah Mandiri Cilacap lahir dari tangan M. Nurhidayat pada 2011 lalu. Kepada GNFI, Nurhidayat mengaku, awalnya ia mengajak teman dekat dan tetangga untuk mengenalkan bank sampah di wilayahnya. Butuh waktu hampir satu tahun untuk meyakinkan masyarakat bahwa bank sampah memiliki segudang manfaat. Akhirnya, pada Agustus 2012, ia bersama rekan sejawatnya resmi mendirikan Bank Sampah Cilacap yang berfokus untuk menerima sampah dari warga sekitar.
Di Bank Sampah Mandiri Cilacap, sampah dipilah untuk memisahkan mana yang akan dikumpulkan dan diolah, serta mana yang akan dijual. Selain itu, Nurhidayat dan rekan-rekannya juga bekerja keras untuk mengenalkan konsep pengelolaan sampah yang baik kepada masyarakat.
Lambat laun, upaya Nurhidayat dan rekan-rekannya berbuah manis. Masyarakat mulai melek dan paham bagaimana pengelolaan sampah yang baik.
“Kami mengedukasi ke masyarakat karena sampah itu adalah tanggung jawab masing-masing,” tutur Nurhidayat.
Pada dasarnya, Bank Sampah Mandiri Cilacap merupakan wadah yang dibuat untuk menggerakkan masyarakat dalam menangani masalah sampah, khususnya limbah-limbah rumah tangga. Bank sampah ini menerima sampah-sampah jenis organik dan anorganik untuk dikumpulkan dan diolah menjadi barang bernilai guna.
Salah satu sampah yang diolah adalah minyak jelantah. Bank Sampah Mandiri Cilacap memiliki alat untuk membuat biodiesel berskala kecil yang dipakai untuk mengelola minyak bekas masak tersebut. Dalam sekali operasi, Nurhidayat menyebut pihaknya bisa memproduksi kurang lebih 100 liter biodiesel. Di samping itu, minyak jelantah juga dibuat menjadi lilin dan sabun.
Tidak hanya masalah sampah diminimalisir, keberadaan Bank Sampah Mandiri Cilacap turut menggerakan perekonomian daerah setempat. Pengolahan lilin dan sabun dilakukan dengan memberdayakan ibu-ibu rumah tangga. Lalu tim Bank Sampah Mandiri Cilacap lewat Jejak Jelantah juga bekerja sama dengan hotel-hotel yang mengirimkan minyak jelantah mereka kepada tim untuk diolah. Sebagai timbal baliknya, hotel akan menerima kembali minyak jelantah itu dalam bentuk biodiesel untuk membantu operasional mereka.
Didukung pemerintah dan swasta Sejak 2019, tim Jejak Jelantah sudah “menjelajahi” dan mengajak warga Cilacap untuk mengumpulkan minyak bekas. Nurhidayat mengklaim jika timnya bisa memperoleh 12 ton minyak jelantah dalam setahun, baik itu dari hasil sedekah, membeli langsung dari masyarakat, atau melalui Warung Jelantah yang menukarkan minyak jelantah dengan sembako.
Nurhidayat dan teman-temannya juga memiliki sekolah lingkungan yang dinamakan Akademi Jejak Jelantah. Sekolah ini mengajak anak-anak sekolah untuk lebih peduli lingkungan melalui pemanfaatan kembali minyak jelantah. Saat ini, Jejak Jelantah sudah menggandeng stakeholder terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Cilacap, dan Pertamina. Keduanya mendukung inisiasi Bank Sampah Mandiri Cilacap melalui Jejak Jelantah dalam mengelola minyak bekas dengan cara yang ramah lingkungan.
Bank Sampah
Mandiri Cilacap
Inisiatif cemerlang di tengah peliknya masalah persampahan

Didirikan oleh M. Nurhidayat pada tahun 2011 lalu
Awalnya, ia hanya mengajak teman tetangga untuk mengenalkan bank sampah di wilayahnya
Mulai menerima sampah dari masyarakat pada Agustus 2012
Sampah dipilah untuk memisahkan mana yang akan diolah, serta mana yang dijual
Bank Sampah Mandiri Cilacap turut memberi edukasi dan memperkenalkan konsep pengelolaan sampah yang baik ke masyarakat. Salah satunya lewat sekolah lingkungan yang yang bernama Akademi Jejak Jelantah





HASILNYA
masalah sampah tertangani dan ada beragam produk yang dihasilkan, mulai dari biodiesel dari minyak jelantah, hingga kerajinan dari plastik dan kardus
Pada 2024,
Bank Sampah Mandiri Cilacap berhasil meraih penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) pada Juli 2024 lalu

“Kami didukung oleh DLH Cilacap. Lalu pihak swasta juga, seperti Pertamina. Ini karena visi (Jejak Jelantah dan Pertamina) hampir sama,” jelas Nurhidayat.
Selain minyak jelantah, Bank Sampah Unit Mandiri Cilacap juga mengolah berbagai jenis sampah anorganik, seperti kardus, triplek, hingga plastik. Bersama warga yang membentuk kelompok kerajinan bernama Innel Creative, sampah plastik disulap menjadi tas maupun barang lainnya.
“Diolah jadi apa saja (sampahnya). Intinya bisa dijual dan menghasilkan uang,” tandas Nurhidayat.
Berkat komitmen tinggi dan usaha tak kenal lelah, Bank Sampah Mandiri Cilacap berhasil membawa pulang penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Juli 2024 lalu. Penghargaan yang dimaksud yakni gelar Terbaik Nasional dalam Kategori Bank Sampah Unit Terbaik. Indikator penilaiannya didasarkan oleh inovasi luar biasa yang mampu menghasilkan sirkuler ekonomi.
Di sisi lain, keberhasilan Nurhidayat dan rekan-rekannya untuk mengajak warga sekitar lebih melek terhadap lingkungan juga ikut diapresiasi KLHK. Bank Sampah Mandiri Cilacap dianggap memiliki misi yang serupa dengan KLHK. Mengolah sampah dan memberdayakan ekonomi warga sekitar sepatutnya menjadi satu kesatuan yang utuh. Hal ini dibuktikan dengan perputaran ekonomi yang baik di bank sampah lewat warung sampah, Jejak Jelantah, dan sebagainya.
“Yang membuat berbeda itu karena kami (bank sampah) punya banyak binaan. Terus juga banyak inovasi yang dibuat,” ucapnya bangga. Prestasi dan inovasi Bank Sampah Mandiri Cilacap ini terbukti tidak hanya memberikan manfaat bagi lingkungan, tetapi juga membantu meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar lewat circular economy yang sudah tercipta.." pungkas Nurhidayat.