Table of Content
Logo GNFI

Silas Papare, Pejuang Integrasi Papua yang Melegenda

Saat Indonesia baru merdeka, Indonesia tidak langsung memasukkan Papua sebagai salah satu wilayahnya. Ada perjalanan rumit dan berliku yang harus dilalui hingga akhirnya Papua atau yang dulu dikenal dengan nama Irian Jaya resmi bergabung dengan Indonesia.

Di tengah rumit dan berlikunya perjalanan Papua menuju pangkuan Ibu Pertiwi, ada orang-orang yang berjasa membuat daerah paling timur di Indonesia itu tidak jatuh ke cengkeraman negara lain. Salah satunya adalah Silas Papare.

Nama Silas Papare memang tak terpisahkan dengan proses integrasi Papua. Hingga kini, namanya masih dikenang sebagai  tokoh penting dalam sejarah perjuangan Papua untuk membebaskan diri dari kekuasaan Belanda dan akhirnya resmi menjadi bagian dari Indonesia. 

Profil Silas Papare dan Kisah Masa Kecilnya

Silas lahir di Kampung Ariepi (Serui) Yapen Waropen pada 18 Desember 1918. Dalam Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey dan Silas Papare (1997) karya Onni Lumintang dkk, diceritakan bahwa ia lahir dari keluarga sederhana yang taat beragama. Di bawah asuhan kedua orangtuanya, Musa Papare dan Dorkas Mangge, Silas kecil mendapatkan pendidikan agama Kristen yang dianut sebagian masyarakat Papua.

“Di situ ia mulai belajar tentang hakikat hidup melalui ajaran-ajaran Kristen,” tulis Lumintang dkk.

Dari sang ayah, Musa, yang berprofesi sebagai petani, Silas menerima pendidikan agama melalui dongeng sebelum tidur. Sementara dari Dorkas, ia punya pemahaman akan pandangan hidup orang-orang Serui. Pengetahuan dasar agama Kristen yang diperoleh Silas ini sangat penting. Tak cuma sebagai panduan dalam beribadah, namun juga memudahkannya dalam pergaulan dengan sesama.

Silas masuk sekolah dasar ketika berumur 9 tahun. Diketahui, sekolah dasar baru didirikan di Serui pada tahun 1907 atas perintah Gubernur Jenderal Van Heutz. Akan tetapi, sekolah ini dioperasikan oleh orang desa dan bukannya Pemerintah Kolonial Belanda sehingga perkembangan pendidikan di sana sangatlah lambat.

Bg 1
Silas PapareProfilTitle
Paper Backgroud

Lahir:

Serui, 18 Desember 1918

Wafat:

7 Maret 1978

Orang Tua:

Musa Papare &

Dorkas Mangge

Istri:

Raden Ajeng Sutartinah

  • Dikenal sebagai tokoh yang berperan penting dalam proses integrasi Papua ke dalam NKRI
  • Dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Suharto pada 14 September 1993.

Potret pendidikan di Serui dan banyak wilayah lain di Irian saat itu memang jauh dari memadai. Di sisi lain, sebagian besar orang tua bumiputera dari kalangan rendah tidak merestui anak-anaknya pergi ke sekolah dan meminta mereka untuk membantu bekerja di sawah atau kebun. 

Sulitnya akses pendidikan adalah realita hidup yang dihadapi masyarakat bumiputera Serui dari kalangan rendah pada masa itu. Namun di tengah segala keterbatasan, Silas cukup beruntung karena mendapat dorongan dari orangtuanya untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai orang tua yang berpikiran maju, Musa menyarankan anaknya untuk melanjutkan sekolah.

Paper TornSilas Papare Top

Masa Kecil
Silas Papare

  • Silas kecil banyak menghabiskan waktu untuk belajar agama di rumah bersama orangtuanya

  • Musa memberi pendidikan agama kepada Silas lewat dongeng sebelum tidur

  • Lalu bersama Dorkas, ia belajar memahami pandangan hidup orang-orang Serui

  • Dari ilmu yang diberikan orang tua, Silas belajar tentang ibadah serta pergaulan dengan sesama

Paper TornSilas Papare Top
  • Di tengah keterbatasan dan banyaknya orang tua yang melarang anak-anaknya bersekolah, Silas juga berkesempatan menempuh pendidikan formal hingga berkesempatan belajar di sekolah juru rawat di Serui pada tahun 1931

  • Silas memilih belajar menjadi juru rawat mengingat kualitas kesehatan di Serui sangat memprihatinkan, sementara masih belum banyak orang yang menekuni bidang tersebut

Silas menempuh pendidikan lanjutan di sekolah juru rawat di Serui pada tahun 1931. Keputusan ini diambilnya saat melihat kualitas kesehatan di Serui pada waktu itu yang sangat memprihatinkan. Banyak penyakit mewabah seperti malaria, pes, dan kolera yang menghantui masyarakat.

Silas menempuh pendidikan juru rawat selama 3 tahun hingga ia mempunyai keahlian pembedahan ringan serta merawat pasien. Ketika itu di Serui masih sangat jarang orang yang mampu menjadi perawat. Keahlian Silas sangat dibutuhkan oleh orang-orang di Serui, bahkan dari kalangan orang Belanda sekalipun.

Papua, Medan Perjuangan Silas Papare

Selain sangat cerdas dan gigih, Silas juga begitu dekat dengan tanah kelahirannya. Di Papua, ia setia mengabdi sejak usianya masih muda. Awalnya, Silas berkecimpung di bidang kesehatan sesuai dengan latar belakang pendidikannya di bidang keperawatan. Setelahnya, barulah ia terjun ke ranah militer dan politik.

Usai tamat dari pendidikan juru rawat, Silas langsung dipercaya untuk bertugas di kampung halamannya, Serui. Pengabdian Silas di sana dijalankan selama setahun, yakni pada 1935 hingga 1936. Saat itu adalah masa-masa yang berat bagi para tenaga kesehatan di Papua karena mereka dihadapkan tantangan besar berupa nyamuk malaria yang merajalela.

Setelah bertugas di Serui, Silas digaet untuk menjadi tenaga medis rumah sakit saat sebuah perusahaan minyak asal Belanda dibuka di Babo. Akan tetapi, ia kemudian kembali ditugaskan di Serui karena jumlah tenaga medis di kawasan tersebut masih sangat kurang.

Menariknya, saat menjadi juru rawat, Silas diketahui memiliki kemampuan yang cukup mengagumkan di bidang militer. Padahal, ia sama sekali tidak pernah menempuh pendidikan militer. 

Kedekatan Silas Papare dengan Papua

Sebagai putra daerah Papua, Silas sangat dekat dengan tanah kelahirannya. Di sana, ia mengabdikan dirinya mulai sebagai tenaga medis, anggota militer, hingga politisi

  • Selain bertugas sebagai juru rawat di Serui, Silas juga pernah bekerja rumah sakit saat sebuah perusahaan minyak asal Belanda dibuka di Babo.

  • Setelah menjadi juru rawat, Silas direkrut Belanda untuk menjadi intelijen. Kariernya pun melejit hingga diangkat menjadi tentara Sekutu dengan pangkat sersan persteklas

  • Setelah Jepang hengkang dari Papua, Silas kembali jadi tenaga kesehatan dan menjabat Kepala Rumah Sakit Zending di Serui

  • Setelah terjun di dunia kesehatan dan militer, ia berkecimpung di ranah politik hingga menjadi anggota DPR mewakili lrian Jaya dengan SK
  • Presiden RI No. 143 tanggal I Agustus 1956 dan pernah diangkat sebagai anggota Dewan Perancang Nasional Sementara Republik Indonesia serta anggota MPRS

Silas memiliki pemahaman dan penguasaan medan yang cukup bagus. Keunggulan inilah yang akhirnya membuatnya dipercaya Belanda untuk menjadi intelijen. Kepercayaan tersebut kemudian dibayar Silas melalui keberhasilannya bertugas melayani dan mengeluarkan rakyat Indonesia dari hutan di sejumlah wilayah di Irian semasa pendudukan Jepang. 

Atas keberhasilannya, Pemerintah Belanda melalui Koningin Wilhelmina memberikan penghargaan berupa bintang perunggu di London pada 5 April 1945. Tak sampai di situ, karier Silas langsung melejit semasa pendudukan Sekutu dan Belanda seusai Perang Dunia kedua. Ia diangkat menjadi tentara Sekutu dengan pangkat sersan persteklas hingga tahun 1945. Tak hanya itu, berkat keberhasilannya membantu Sekutu melawan Jepang di Papua, Silas mendapat penghargaan dari bagian OPS Perang Pasifik dari Biro Intelijen tentara Sekutu pada 31 Oktober 1945.

Seiring waktu, kekuasaan di Papua berganti, namun Silas tetap mengabdi. Saat Sekutu meninggalkan Papua dan kekuasaan kembali dipegang Belanda, Silas kembali menjadi juru rawat di Serui dan langsung diberi jabatan Kepala Rumah Sakit Zending di Serui. Setelah lama mengabdi di Irian, barulah ia berkarier di luar daerah asalnya itu.

Pada tahun 1951–1954, Silas menjadi bagian dari tenaga medis di Kementerian Kesehatan Kotapraja Jakarta Raya. Jabatan terakhirnya adalah anggota DPRS menggantikan almarhum Dr Radjiman Widiodiningrat dengan SK. Presiden RI No. 61 tahun 1954.

Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1956, Silas kembali mengabdikan diri bagi Papua. Kali ini, ia diangkat menjadi anggota DPR mewakili lrian Jaya dengan SK. Presiden RI No. 143 tanggal I Agustus 1956. Pada tahun yang sama, Silas juga diangkat sebagai anggota Dewan Perancang Nasional Sementara Republik Indonesia dan anggota MPRS.

Silas Papare Menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia

Perjalanan hidup Silas yang diwarnai semangat untuk membawa Irian ke pangkuan Indonesia sungguh menarik. Seperti disinggung sebelumnya, ia awalnya adalah intelijen Belanda yang mendukung sekutu untuk mengalahkan Jepang. Namun yang terjadi kemudian, Silas berbalik melawan Belanda demi Indonesia.

Saat Jepang menancapkan kekuasaannya di Papua, Silas melihat langsung bagaimana mereka bertindak semena-mena dan menindas rakyat. Ia pun menghimpun kekuatan rakyat sambil menjalin hubungan dengan sekutu untuk bersama-sama melawan Jepang. 

Saat sekutu masuk ke Papua, Silas ikut serta membantu menyerang Jepang di Hollandia (sekarang Jayapura) pada 1944. Kala itu, ia telah dipercaya sebagai pemimpin gerilya rakyat lrian dan kerap berperan sebagai penyalur informasi kepada sekutu tentang pergerakan, posisi, dan kekuatan tentara jepang di berbagai wilayah Irian. Dukungan Silas dan anak-anak buahnya sesama gerilyawan berbuah rentetan keberhasilan Sekutu dalam menggempur Jepang di sejumlah daerah seperti Serui, Mugim, Muwari, dan Manokwari.

Setelah Jepang kocar kacir dan Sekutu menguasai Papua, kekuasaan diambil alih oleh Belanda lewat Netherlands Indies Civil Administration alias NICA pada 1944. Pada momen inilah Silas kemudian mengambil sikap tegas terkait keberpihakannya: Pro kemerdekaan Indonesia dan ogah tunduk kepada NICA.

Prinsip Silas untuk mendukung terwujudnya Indonesia merdeka semakin kuat setelah ia dan beberapa orang Papua lainnya bertemu dengan eks tawanan Digul bernama Sugoro. Dari Sugoro itulah Silas menerima didikan kebangsaan yang semakin mengobarkan semangatnya untuk memerdekakan Indonesia.

Background

Perjuangan Silas Papare

Demi Integrasi Irian dengan NKRI

  • Meski awalnya bekerja untuk Belanda dan Sekutu, Silas berbelok arah saat keduanya menguasai Papua. Ia menyatakan pro terhadap kemerdekaan Indonesia dan tak mau mendukung Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
  • Keberpihakan Silas tak lepas dari pertemuannya dengan berbagai tokoh yang sama-sama menginginkan Indonesia merdeka, mulai dari Sugoro hingga Sam Ratulangi.
  • Ngotot mendukung kemerdekaan Indonesia, Silas berkali-kali ingin memberontak kepada Belanda. Namun, rencana pemberontakan itu selalu gagal hingga membuatnya langganan masuk penjara
  • Selain pemberontakan, Silas juga menempuh jalur perjuangan melalui Partai Kemerdekaan Indonesia lrian (PKII). Dalam perjalanannya, organisasi ini terus berkibar bersama gerakan-gerakan lainnya yang sejalur, kendati Belanda menganggapnya berbahaya.
  • Perjuangan Silas demi integrasi Papua dengan Indonesia akhirnya berakhir manis meski prosesnya begitu rumit. Berdasarkan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada 1969, Papua atau Irian Barat berhasil menjadi bagian dari Indonesia.

Saking bersemangatnya, Silas dan rekan-rekannya sampai sempat merencanakan pemberontakan terhadap Belanda. Hanya saja, rencana itu gagal karena ada yang berkhianat. Ujungnya, mereka terpaksa mendekam di penjara, namun hal itu tidak menyurutkan semangat untuk mewujudkan Indonesia merdeka seperti yang diidam-idamkan.

Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Di titik ini, perjuangan bangsa Indonesia tidak berakhir, melainkan justru semakin berat karena Belanda masih ingin berkuasa. Silas sendiri pun merasakan langsung beratnya perjuangan ini.

Setelah Konferensi Malino pada 15- 25 Juli 1946 yang membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta negara di Indonesia bagian Timur, Belanda  terus mengiming-imingi Silas dan tokoh lainnya bahwa Papua akan merdeka di dalam naungan Belanda. Namun, ia dengan tegas menolak dan tetap memilih membawa tanah kelahirannya ke pangkuan Republik Indonesia.

Saking teguhnya ingin membawa Papua ikut Indonesia, Silas seakan tidak kapok bikin pemberontakan. Pada 25 Desember 1946 bersama-sama dengan Marthin lndey dan Corinus Crey, Silas dapat mempengaruhi tentara bentukan sekutu yakni Batalyon Papua untuk memberontak. Hanya saja, lagi-lagi pemberontakan itu gagal.

Konsekuensi yang harus ditanggung Silas adalah dipenjara di Hollandia. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat juang Silas dan ia justru memberontak lagi pada 17 juli 1946. Silas berharap bisa melucuti senjata, menangkap petinggi militer Belanda, dan merebut kekuasaan atas objek-objek vital. Sayangnya upaya pemberontakan ini kembali gagal dan Silas diasingkan ke Serui.

Pengasingan ternyata membawa hikmah tersendiri. Silas kembali bertemu dengan orang yang membuatnya tambah bersemangat untuk mempertahankan kemerdekaan indonesia. kali ini, ia bertemu dengan Sam Ratulangi yang juga sedang diasingkan di Serui.

Buah dari pertemuan mereka adalah didirikannya organisasi Partai Kemerdekaan Indonesia lrian (PKII) pada 23 November 1946. Melalui organisasi ini, Silas berusaha keras menggalang dukungan rakyat Papua untuk mengorganisir perlawanan terhadap upaya Belanda untuk kembali menjajah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Bagi Belanda, PKII tergolong berbahaya karena mengusung misi memperjuangkan integrasi ke dalam wilayah Indonesia yang merdeka. Dampaknya Silas diasingkan lagi untuk yang kesekian kalinya,kali ini ke Biak.

Silas boleh diasingkan dan pergerakannya dibatasi, namun PKII terus berkibar di Irian Jaya. Apalagi, ada pula gerakan lain seperti Komite Indonesia Merdeka (KIM), Gerakan Merah Putih (GMP), dan Perintis Kemerdekaan. Apa yang dilakukan Silas telah menjadi pemantik semangat perjuangan masyarakat Papua yang mendambakan bergabungnya tanah mereka dengan Republik Indonesia. 

Setelah Silas bergulat dengan segala konfliknya dengan Belanda, proses integrasi Papua tetap berlangsung dengan begitu ruwet. Seperti diketahui, Belanda dan Indonesia terlibat gesekan-gesekan sengit, mulai dari dibentuknya negara boneka, serangkaian perundingan, diplomasi hingga ke PBB, sampai operasi militer semua dilalui. Untungnya, segala usaha Silas tak sia-sia karena akhirnya Papua secara resmi berintegrasi dengan Republik Indonesia berdasarkan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada 1969.

Penghormatan untuk Silas Papare

Silas Papare meninggal dunia pada 7 Maret 1978 di usianya yang ke-55 tahun. Ia dimakamkan di tanah kelahirannya di Serui, Papua. Atas jasa-jasanya yang besar dalam memperjuangkan integrasi Papua ke dalam NKRI, Silas Papare dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Gelar itu diberikan oleh oleh Presiden Suharto pada 14 September 1993. 

Namanya tidak hanya diabadikan sebagai pahlawan nasional, tetapi juga dilekatkan pada nama alutsista, bandara, hingga nama jalan sebagai bentuk penghormatan atas jasanya. Berikut adalah beberapa di antaranya:

lembaran kertasjudulfoto Silasjasa-jasaKRI SilasText KRI SilasLapangan Udara SilasText Lapangan Udara SilasMonumen SilasText Monumen SilasSTISIPOL SilasText STISIPOL Silas
footer

-KRI Silas Papare (386): Salah satu kapal perang korvet kelas Parchim milik TNI Angkatan Laut. Kapal perang ini berfungsi dalam berbagai operasi militer, termasuk patroli perairan dan tugas-tugas kemanusiaan.

-Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Silas Papare: Terletak di Sentani, Jayapura, Pangkalan udara ini adalah fasilitas militer yang penting di wilayah Papua untuk mendukung operasi udara dan pertahanan negara.

-Monumen Silas Papare:  Satu ikon di  Serui yang sering dikunjungi oleh warga serta wisatawan yang ingin mengenal lebih dekat sejarah perjuangan Silas Papare. Monumen ini menjadi bukti nyata betapa besar pengaruh Silas Papare dalam sejarah Papua dan Indonesia secara keseluruhan.

-Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIPOL) Silas Papare: Perguruan tinggi di Sentani, Jayapura ini didirikan untuk mengenang jasa-jasanya dan bertujuan mencetak generasi muda Papua yang berpendidikan dan berkompeten dalam bidang sosial dan politik.

-Nama Jalan : Nama Silas Papare juga diabadikan untuk sebuah jalan di Nabire, Papua.

Dibuat oleh Good News From Indonesia
Logo GNFI