
Soto, Si Kuah Kaya Rasa Penggoyang Lidah
Saat menyantap semangkuk soto, pernahkah Kawan terpikir soal bagaimana sejarah dan asal-usul makanan tersebut hingga bisa dikenal luas oleh masyarakat Indonesia?
Pertanyaan semacam itu wajar ditanyakan. Sebab jika diperhatikan, cara makan orang Indonesia secara tradisional tidaklah menggunakan sendok, melainkan tangan. Dengan tangan kosong, tentu amat sulit memakan makanan berkuah melimpah seperti soto.
Dalam catatan sejarahnya, soto berasal dari luar Indonesia tepatnya Belanda dan Tiongkok. Menurut Aji K. Bromokusumo dalam penelitiannya yang diterbitkan di Proceedings of International Conference on Chinese-Indonesians pada 2013, orang-orang Belanda dan Tiongkok yang kampung halamannya negara empat musim terbiasa menyantap makanan berwujud sup untuk menghangatkan tubuh saat musim dingin.
Dalam laporan penelitiannya, Aji juga mengutip dua pendapat yang memberi penjelasan mengenai asal-usul soto. Pendapat pertama datang dari pakar Kajian Asia terkemuka, Denys Lombard, yang menyebut bahwa nama soto berasal dari 草 肚 alias cao du, atau dalam dialek Hokkien dieja chau to. Pendapat kedua dikemukakan Russel Jones dalam bukunya yang berjudul ‘Loanwords in Indonesian-Malay’. Menurutnya, soto berasal dari 烧 肚 alias shao du, yang dibaca sio to dengan dialek Hokkien.
Perlu diketahui juga, kata "cao" sendiri berarti "rumput", istilah yang diberikan para imigran dari Cina kepada aneka rempah-rempah di Nusantara. Shao artinya memasak, sementara du berarti perut atau lambung.
Asal Muasal Soto

Menurut Aji K. Bromokusumo
Orang-orang Belanda dan Tiongkok yang kampung halamannya negara empat musim biasa menyantap makanan berwujud sup untuk menghangatkan tubuh. Dari situ, kuliner kuah-kuahan pun hadir di nusantara




Pakar Kajian Asia terkemuka, Denys Lombard, menyebut nama soto berasal dari 草 肚 alias cao du, atau dalam dialek Hokki dieja chau to

Russel Jones dalam Loanwords in Indonesian-Malay berpendapat soto berasal dari 烧 肚 alias shao du yang dibaca sio to dengan dialek Hokkien
Seiring waktu, soto semakin dikenal. Penelitian Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito, menemukan bahwa terdapat 75 ragam soto di Indonesia. Sebagian besar soto ada di Jawa-Madura, dan sisanya di Sumatra, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, serta Kalimantan.
"Dari 75 ragam soto ini, ternyata penyebaranya yang paling besar yaitu 21 persen ada di Jawa dan Madura," ujar Murdijati dalam seminar “Soto sebagai Representasi Cita Rasa Indonesia di Yogyakarta” pada 4 Oktober 2017 silam.
Jika diperhatikan, sebagian besar soto menggunakan topping berupa daging dan sayuran. Ini selaras dengan temuan lain dalam penelitian Murdijati bahwa bahan yang paling lazim digunakan untuk membuat soto adalah daging ayam. Tercatat 52 persen soto menggunakan ayam sebagai bahannya. kendati demikian, pada awalnya soto tidak demikian. Alih-alih daging, orang-orang Tionghoa dan Jawa awalnya lebih lazim memasak soto menggunakan jeroan atau babat.
Sampai saat ini, jeroan atau babat memang masih digunakan sebagai bahan soto meski tidak sebanyak daging. Menurut Murdijati dalam Soto: Nikmat dari Indonesia untuk Dunia, ini kemungkinan karena konsumsi daging memang identik dengan orang-orang Eropa, lain misalnya dengan orang Kanton yang dikenal sebagai pemakan segala sehingga jeroan hewan pun tak ketinggalan disantap.
Kini, soto hadir menjadi makanan yang dekat dengan semua orang. Baik itu yang berbahan daging atau jeroan, soto bisa dinikmati masyarakat oleh siapa saja dan di mana saja. Mulai dari rakyat biasa hingga para pejabat, di warung pinggir jalan hingga restoran mewah.
Bukan Sekadar Kuliner Kuah-kuahan Biasa
Indonesia memang dikenal surganya kuliner. Indonesia menawarkan aneka kuliner dengan siraman kuah yang menggoda. Dengan dukungan aneka rempah, Indonesia mampu menciptakan cita rasa masakan yang unik tiap daerahnya dengan ciri khas berbeda dari Sabang sampai Merauke.
Kita ambil saja soto di Indonesia ada lebih dari 20 jenis soto yang memiliki ciri khas beda, dari segi tampilan maupun rasa. Oleh karena itu, William Wongso, salah satu pakar kuliner Nusantara mengatakan, jika menyebut soto, wajib menambahkan asal daerahnya: soto Kudus, soto Banjar, soto Betawi, dan masih banyak lagi.
Akan tetapi, jika ditelisik lebih jauh, sebenarnya bumbu kunci dalam sebagian besar masakan Indonesia adalah rempah-rempah berupa bawang putih, bawang merah, dan cabai. Sementara itu, khusus untuk soto, bahan baku yang digunakan lebih banyak lagi, terdiri dari lengkuas, serai, dan daun salam jadi bahan utama masakan.
Lebih lengkap lagi, soto identik dengan adanya mi atau soun dan bawang putih goreng (Budiyanto & Wardhani, 2013). Ciri khas soto yang membedakan dari makanan berkuah lain adalah kuahnya yang cenderung ringan.
Meski demikian, ada beberapa jenis soto yang kuahnya justru menggunakan santan. Misalnya, soto Tangkar Jakarta yang memiliki kuah kental merupakan hasil penambahan santan pada proses memasaknya.
Soto ini menggunakan iga sapi sebagai bahan utamanya. Biasanya, soto tangkar dilengkapi dengan kerupuk emping serta ditaburi bawang merah dan bawang daun.
Bukan Sekadar Kuliner Kuah-kuahan Biasa
Soto sendiri pada dasarnya menggunakan bumbu utama sederhana. Akan tetapi, ketika memasuki wilayah-wilayah Indonesia, soto menjadi kaya dengan bumbu seperti:






Pakar kuliner nusantara,
William Wongso mengatakan jika menyebut soto wajib menambahkan asal daerahnya, misalnya: soto Kudus, soto Banjar, soto Betawi, dan masih banyak lagi
Lain halnya dengan soto Tangkar, soto Bandung yang memiliki kuah cenderung lebih encer tidak menggunakan tambahan santan saat proses memasak. Soto Bandung jauh lebih bening dan “ringan” dengan dilengkapi lobak, emping, hingga kadang kedelai.
Beralih ke Jawa Tengah, soto di Tegal atau yang biasa dikenal sebagai Sauto Tegal, juga tidak menggunakan santan. Soto ini memiliki warna berbeda dengan mayoritas soto di Indonesia Sauto Tegal berwarna cokelat kehitaman layaknya tongseng.
Warna ini merupakan hasil dari pencampuran gula merah pada kuahnya. Tidak hanya itu, sauto di Tegal juga menaburkan tauge sebagai pelengkap untuk menciptakan sensasi kriuk dan segar.
Sebenarnya, ada ciri khas yang cukup mencolok untuk membedakan jenis soto. Budiyanto menyebut, kuah soto di Jawa Timur lebih berat dibandingkan kawasan pesisir Jawa Tengah, misalnya Kudus yang memiliki kuah lebih ringan.
Tidak hanya itu, perbedaan juga dapat dilihat dari penggunaan daging. Di Kudus, soto menggunakan daging kerbau. Hal ini disebabkan adanya latar belakang kultural. Sementara itu, soto Padang biasanya menggunakan daging sapi bagian gardik, soto Surabaya menggunakan jeroan sapi dan daging has dalam, hingga soto Banjar Kalimantan Selatan menggunakan ayam kampung muda berpadu dengan perkedel.
Soto-soto di Indonesia biasanya ditambahi dengan bahan pelengkap, seperti mi, tahu goreng, telur rebus, tauge, kecap, dan taburan bawang putih. Sementara itu, pelengkap, seperti tomat, seledri, kol, dan perkedel konon merupakan adaptasi dari Eropa.
Ragam Soto Daerah
Kuliner Soto sudah mulai dikenal pada abad ke 19 oleh masyarakat Indonesia. Orang-orang Tionghoa yang berimigrasi ke Indonesia ketika itu mengenalkan soto ke beberapa daerah yang didatanginya.
Karena itu, soto dapat ditemukan hampir di seluruh daerah di Indonesia, meskipun memiliki nama dan komposisi yang berbeda-beda. Tetapi makanan ini tetap menjadi favorit bagi masyarakat lokal.
Bara Yudhistira dan Ani Fatmawati dalam Diversity of Indonesia Soto menunjukkan bahwa tercatat ada 49 resep soto dan 75 jenis soto dari 22 daerah kuliner di Indonesia. Dari 75 jenis soto tersebut, 61 varietas terdapat di seluruh Jawa, sisanya ada di luar Pulau Jawa.
“Soto merupakan salah satu jenis makanan akulturasi yang hingga kini masih mendapatkan tempat baru di dapur masyarakat Indonesia,” papar mereka.
Bara menjelaskan banyaknya ragam soto di daerah dipengaruhi oleh sumber daya alam dan budaya setempat. Biasanya dari resep orang-orang Tionghoa, penduduk lokal akan menambahkan berbagai rempah-rempah.
“Jenis soto yang ada terbentuk dari proses kreativitas yang telah memiliki konsep sense of culture yang khas yang tumbuh dari masing-masing budaya,” jelasnya.
Ada Berapa Ragam Soto di Indonesia?
Inovasi dari tiap-tiap daerah di Indonesia memunculkan
ragam soto khas,
Tercatat ada:


0
resep soto

0
jenis soto

0
daerah kuliner di Indonesia


Dari 75 resep soto tersebut, 61 varietas terdapat di seluruh Jawa, sisanya ada di luar Pulau Jawa
Bahan Utama
Bara dan Ani juga mengungkapkan soal soto yang pada dasarnya menggunakan bumbu utama sederhana. Akan tetapi, ketika memasuki wilayah-wilayah Indonesia, soto menjadi kaya dengan bumbu seperti kunyit, lengkuas, kencur dan lain-lain.
Dijelaskan olehnya terdapat 42 variasi bahan pembuat soto, meliputi 28 bahan nabati dan 14 bahan hewani. Bahan yang paling banyak digunakan adalah daging ayam (50 persen), tauge (38 persen), bihun (34 persen), telur (29 persen) dan daging sapi (29 persen).
Soto yang mempunyai kandungan rempah terbanyak adalah soto padang (35 persen). Kebanyakan rempah-rempah yang digunakan adalah bawang putih (98 persen), bawang merah (86 persen), merica (73 persen), kunyit (57 persen) dan serai (57 persen).
Sementara itu, soto juga dapat dikategorikan berdasarkan bahan utama kuahnya, seperti kuah ayam (52 persen), kuah sapi (41 persen), atau kuah lainnya (6 persen). Berdasarkan warnanya ada kuah bening (34 persen) atau kuah berwarna (65 persen).
Komposisi Daging
Dimuat dari Repository Politeknik Pariwisata Bandung dijelaskan pada awalnya soto dibuat dari jeroan sapi, kerbau atau babi. Akan tetapi, bagi orang pribumi dan China, daging sapi saat itu sangat mahal dan sulit didapat.
“Ketiadaan satu atau beberapa rempah-rempah di daerah tersebut menyebabkan munculnya inovasi dan kreativitas rempah-rempah,” jelas Bara.
Karena itu, budaya mengolah jeroan tersebut mulai muncul. Soto berbahan jeroan hingga sekarang masih banyak ditemukan yaitu soto babat. Tetapi resep soto ini diubah oleh bangsawan pribumi dan orang Eropa dengan daging sapi atau kerbau agar lebih sehat.
“Sampai sekarang soto kerbau juga masih dapat ditemui dan menjadi makanan khas Kudus, Jawa Tengah. Begitu pula soto daging sapi yang menjadi soto Madura,” paparnya.
Rahman F dalam buku Soto Nikmat dari Indonesia untuk Dunia mengungkapkan faktor lingkungan yang terkait sumber daya alam sangat mempengaruhi evolusi cita rasa menu sebuah kuliner.
Misalnya,jelas Rahman adanya perubahan dari kerbau menjadi sapi dalam kasus Soto Grombyang terjadi karena sulitnya memperoleh dan mahalnya harga daging kerbau karena kerbau jarang digunakan di sawah.
“Estetika makanan yang hakiki,adalah menggambarkan identitas budaya suatu daerah. Hal ini terjadi karena keragaman bahan makanan yang tersedia di seluruh Indonesia sangat terbatas,” pungkasnya.
Kecintaan Orang Indonesia Terhadap Soto
Soto mendapat tempat terbaik di mulut, hati, dan perut banyak orang dari dulu hingga kini. Cita rasa yang sedap dan menyegarkan dengan racikan kuah rempah menggoda selera membuat kuliner ini begitu digemari.
Warung soto sendiri menjamur di setiap kota dan daerah di Indonesia. Mulai dari warung tenda, gerobakan, sampai restoran dengan review Google bintang lima, soto biasanya ada di daftar menu dan jadi salah satu hidangan favorit pembeli. Harganya pun bersahabat, tak sampai membuat kantong jebol. Rata-rata harga soto di kisaran Rp15 ribu, atau bahkan mungkin lebih murah lagi di luar kota besar.
Soto yang kaya akan varian disukai banyak kalangan di Indonesia. Jelata sampai penguasa hampir tidak mungkin tak memiliki pengalaman menyantap tiap suap-suap kuah soto demi menangkal perut yang lapar.

Kecintaan Orang Indonesia
Terhadap
Soto
Penggemarnya soto berasal dari beragam kalangan, dari masyarakat umum hingga selebritas ternama.


Komika Yogyakarta
Yusril Fahriza
Menunjukkan rasa cintanya terhadap soto lewat akun instagram @demisotoimpian. Rajin menyambangi warung soto demi mendokumentasikan dirinya sedang menyantap soto. Bukan di-review seperti akun "kode-kodean" ya!

Komika Yogyakarta
Yusril Fahriza
Menunjukkan rasa cintanya terhadap soto lewat akun instagram @demisotoimpian. Rajin menyambangi warung soto demi mendokumentasikan dirinya sedang menyantap soto. Bukan di-review seperti akun "kode-kodean" ya!
Pemain naturalisasi Timnas Indonesia
Mees Hilgers

Menyukai soto dan malahan bisa meraciknya sendiri sesuai selera.
"Soto ayam adalah favorit saya. Itu adalah sup khas dari Indonesia yang sangat lezat, terutama jika ibu saya yang membuatnya. Saya juga bisa membuatnya sendiri. Biasanya, ibu saya membangunkan saya untuk makan soto ayam yang telah dia buat," kata Hilgers
Contoh orang yang mencintai soto dari kalangan ternama ialah komika Yogyakarta, Yusril Fahriza. Kecintaan sosok yang juga aktor film ini bisa terlihat lewat akun Instagram @demisotoimpian yang diasuhnya. Melalui kontennya, Yusril rajin wira-wiri sana-sini menyambangi warung soto demi mendokumentasikan dirinya sedang menyantap soto.
Iya, hanya mendokumentasikan saja, bukan me-review seperti para pembuat konten makan-makan yang tengah gandrung dalam beberapa tahun terakhir. Namun, dari situ bisa kentara bahwa Yusril memiliki rasa cinta dan mengerti karakteristik terhadap varian soto yang ia santap.
Jangan lupa pula dengan pemain naturalisasi, Mees Hilger. Pemain klub Belanda, FC Twente yang tahun lalu resmi berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) dan kini masuk dalam skuad Timnas Indonesia itu juga gemar menyantap soto, khususnya soto ayam. Menariknya, Mees mengaku bisa meraciknya sendiri sesuai selera.
"Soto ayam adalah favorit saya. Itu adalah sup khas dari Indonesia yang sangat lezat, terutama jika ibu saya yang membuatnya. Saya juga bisa membuatnya sendiri. Biasanya, ibu saya membangunkan saya untuk makan soto ayam yang telah dia buat," kata Hilgers dalam video YouTube FC Twente.
Soto di Mata Dunia
Eksistensi soto tidak hanya mengguncang lidah lokal, tetapi juga dunia. Campuran rempah pilihan yang dipadu dengan kondimen-kondimen uniknya ternyata menjadikan makanan ini digemari banyak orang.
Uniknya, soto sering dijadikan sebagai salah satu menu andalan gastrodiplomasi Indonesia di luar negeri. Menu yang satu ini nyaris tak pernah ketinggalan untuk hadir di tengah-tengah jamuan internasional.
Dahulu, soto pernah dipromosikan oleh Presiden Soekarno dalam helatan Konferensi Asia Afrika (KAA) di tahun 1955. Soto Madura menjadi salah satu menu yang disajikan dalam pertemuan penting para pemimpin negara itu.
Soto juga menjadi salah satu kuliner yang dipromosikan lewat program Indonesia Spice Up the World (ISUTW). ISUTW adalah program lintas kementerian/lembaga yang bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan pemasaran produk bumbu atau pangan olahan dan rempah Indonesia.
Program ini mempromosikan bumbu atau rempah yang digunakan untuk membuat soto. Tidak hanya soto, ISUTW juga memperkenalkan bumbu untuk masakan lain, seperti nasi goreng, sate, hingga gado-gado.

Soto di Mata Dunia
Bukan Cuma Orang Indonesia yang Suka Soto Ayam!
Beberapa Jejak Soto di Kancah Dunia

Disajikan di Konferensi Asia Afrika (KAA) 1995

Dipromosikan lewat program Indonesia Spice Up the World (ISUTW)

Penjualnya ada di sejumlah kota besar dunia, mulai dari London hingga Amsterdam

Soto Betawi masuk "10 Makanan Berkuah Terbaik di Dunia" versi TasteAtlas

Soto Ayam masuk "20 Sup Terbaik di Dunia" versi CNN Travel
Kata figur publik internasional tentang Soto:

Saya sangat suka soto ayam, rasanya enak sekali. I do really love this food,
Selebriti Hollywood,
Sarah Carter, via Antara

Saya paling suka soto ayam. Selain itu mungkin nasi goreng. Menurut saya soto ayam dan nasi goreng sangat enak,
Pemain asing Persija,
Ryo Matsumara, via persija.id


“Saya sangat suka soto ayam, rasanya enak sekali. I do really love this food," ujarnya sebagaimana dikutip Antara.
Di sela-sela syuting, ia selalu memesan soto ayam. Menurutnya, soto memiliki cita rasa yang menakjubkan. Paduan rempahnya menghasilkan rasa yang gurih dan lezat.
Bukan hanya Carter, gelandang Persija asal Jepang, Ryo Matsumura, ternyata juga menjadikan soto sebagai makanan Indonesia kesukaannya.
Ryo menyebut soto ayam sebagai makanan Indonesia yang paling disukainya. Baginya, makanan berkuah ini sangat enak.
“Saya paling suka soto ayam. Selain itu mungkin nasi goreng. Menurut saya soto ayam dan nasi goreng sangat enak,” ucap Ryo dalam laman resmi Persija.
Sementara itu, TasteAtlas—sebuah ensiklopedia “rasa” yang berisikan referensi hidangan-hidangan tradisional dunia dengan bahan dan restoran autentik—pernah menempatkan soto betawi di peringkat pertama dalam kategori “10 Makanan Berkuah Terbaik di Dunia” di tahun 2024 lalu.
Makanan khas Jakarta ini meraih nilai 4,7 dari 5. Hidangan dengan kuah santan kental dan potongan daging itu bahkan melampaui makanan populer asal Jepang, ramen.
Kawan GNFI, di tahun yang sama, TasteAtlas kembali menobatkan soto betawi sebagai “5 Makanan Indonesia Terbaik di Tahun 2024”. Soto betawi berada di posisi dua, di bawah siomay yang berhasil menjuarai hati masyarakat Indonesia sebagai salah satu makanan paling lezat.
CNN Travel juga pernah mengeluarkan daftar “20 Sup Terbaik di Dunia” pada November 2024 lalu, di mana soto ayam termasuk di dalamnya. Bahkan, disebut bahwa soto ini disukai di Singapura, Malaysia, hingga Suriname.
Pengakuan-pengakuan ini membuktikan eksistensi soto yang cukup besar di kancah global. Bukan hanya dicintai masyarakat Indonesia saja, tetapi juga masyarakat luar negeri.
Apakah Kawan GNFI juga merupakan pecinta soto? Jika iya, soto apa yang menjadi favorit Kawan?